Selasa, 01 Februari 2011
Sunyi Sendiri
Deburan ombak tak mengganggu asyiknya kami yang sedang mengobrol, gemuruh itu malah menemani hangatnya bercengkrama. Kami berkenalan di Bandung dan bertemu lagi disini, di pantai pangandaran.Berdua bertiduran diatas pasir putih dengan beralaskan sehelai sarung batik.Kerang dan karang kecil yang terlempar terbawa ombak terdampar di tepian. Sebagian bertebaran di hadapanku, Sambil telungkup disamping dia yang terbaring, aku meraih benda-benda kecil itu, kukumpulkan hingga menggunduk. „aku kira kau penduduk lokal“„memang sulit menbedakan“.„Sudah berapa lama kau tinggal di Eropa ?“.„Lebih dari satu dekade, semakin lama semakin tidak tahan“.„Mengapa ?“„Tidak tahan menghadapi hidup sendiri ha..ha..ha ...“.„Hmm kesepian, Ya ??“.„Berapa lama berlibur ?“„Satu bulan ?“ Angin sepoi- sepoi bertiup, Terasa sejuk menerpa kulit tubuh yang kepanasan terbakar teriknya sang matahari. „Jadi Besok kita pergi ke Jojagkarta“„Ya, kita naik shuttle bus jam 9 pagi“ Siang berganti sore, matahari mulai enggan menampakan seluruh sinarnya, dan malah dibalik gunung surya itu menghilang, meninggalkan lembayung, kami bergegas pergi sebelum langit menghitam. Setelah melakukan perjalanan yang cukup lama, akhirnya tiba juga di Jogja. Kami isi hari-hari Berduaan naik becak keliling kota Jogja, naik andong seperti tamasya, sungguh sangat mengesankam, seperti sejola yang sedang melepas rindu, intim dan mesra. Naik angkutan kota dan bis pergi mengunjungi candi Borobudur dan candi Prambanan, bertandang ke kraton Jogja, jalan-jalan ke pasar traditional, melihat para pengrajin membuat batik dan perhiasan dari perak., di malam hari pergi makan di lesehan. Setelah itu kami tinggalkan Jogjakarta. „kamu gila, akhirnya kamu jadi ikut aku ke Sulawesi?“ Anggie menatapku dengan heran.„Sudah kukatakan aku tak punya rencana yang pasti, segalanya bisa berubah“. Pesawat merendah, dan terus merendah hingga terasa dua roda belakang menyentuh bumi yang disusul dengan roda depan beberapa detik kemudian. Dan akhirnya Pesawat berhenti disuatu landasan. „Huuh Panas“. Udara yang menyelimuti Makassar sangat menyengat, keringat bercucuran di kening dan di badan hingga merembes ke pakaian. Fort Rotterdamm peninggalan sejarah kolonia belanda dari luar hanya terlihat seperti pintu gerbang berukuran sedang , atasnya melengkung dengan design Art DE CO. Di dalam ternyata banyak gedung yang dulu adalah bekas asrama laskar dan kantor yang dipakai para pejabat pemerintah Hindia Belanda dan masa kini beralih fungsi menjadi museum perjuangan. Saat malam tiba kami ke pantai Losari mencicipi masakan ikan laut dengan bumbu khas makassar. Esok paginya kami tinggalkan hiruk pikuk kota . Semenjak pertama kali aku melihat dia, sudah menaruh hati. Matanya yang besar, hidungnya yang mancung, dan senyumnya yang menawan yang pada suatu malam telah menggangguku saat berbaring diatas kasur, sulit memejamkan mata untuk menyongsong hari esok, ingin bangkit dan pergi mengetuk pintu kamarnya, mengajak bercengkrama sampai larut terlewati. Aku mendelikan mata mencuri pandangan ke wajahnya, dia tertidur disampingku, sungguh menawan, nafasnya terdengar berirama sahdu. Kelopak matanya yang menutup terlihat sayu dihiasi bulu lentik matanya yang berbaris indah. Sesekali dia menggerakan wajahnya, merubah posisi sandaran, dan malah mendekat ke bahuku, dan saat Bis membelok di tikungan kepalanya terlempar jatuh di tubuhku. Perasaanku menjadi tak menentu, jantungku pun berdebar, ku coba memandang keluar lewat kaca jendela, bukit-bukit yang jauh disana seperti menyaksikan, sawah-sawah yang menguning malah seperti mentertawakan.Aku mencoba mematung , tak mau mengusik dia yang tengah lelap disandaran tubuhku. Namun tiba-tiba dia terbangun, matanya membuka lalu menatapku. „Dimana kita ?“ tanya dia, nadanya lembut„Jarak ke Rante Poa hanya tinggal beberapa kilometer saja“. Aku pandangi dia, matanya berbinar.„Oh.... Saya tidur nyenyak sekali“.dia menggeliat , tubuhnya yang ramping melekuk indah, menggoda mataku untuk menoleh mengejar gerakan badannya Saat sore hampir kehilangan terangnya, Bis tiba di pusat kota Rante Poa, berhenti di Agennya. kamipun bergegas keluar. Tak jauh dari jalan raya Kami memperoleh penginapan yang nyaman, kamar dia bersebelahan dengan kamarku.**** Saat aku berbaring di kasur, membuang kelelahan dari lamanya perjalanan, wajah dia datang lagi membayang dipikiran, kalau seandainya ada celah kecil dari kamarku tembus ke kamarnya, ingin rasanya mengintip dan kuamati sedang apa gerangan dia disana.Kucoba untuk membiaskan angan yang terlena, ku raih sebuah buku dari ransel, buku tentang paduan Tanah Toraja. Ku baca, kupelajari sampai seluruh halaman terkuasai, hingga akhirnya mata tak bisa menahan kantuk , lelah dan aku tenggelam dalam mimpi. Ayam jantan berkokok nyaring sekali, Burung-burung yang hinggap di pohon jambu ikut bernyanyi riang menyingsing datangnya pagi yang cerah. Sinar matahari menelusup kecelah-celah jendela kaca yang tak tertutup rapat oleh tirai, seperti mahluk nakal yan menggoda dan memaksaku bangun segara menyiapkan diri untuk berwisata. Saat aku keluar dari kamar Angelina telah menunggu dibaranda. Dia menyambutku dengan senyum yang ceria. Sungguh beruntung, Langit yang cerah mengantar kami pergi menjelajahi dusun, kuda besi yang tak bernyawa namun bertenaga ganda melayani kami dengan setia, suaranya meraung-raung, aku kemudikan dengan seksama, Angeline tak pernah menampakan rasa ragu dan tak percaya, malah marasa aman dan nyaman duduk dibelakangku sambil mengamati pemandangan disekitar yang terlewati. Kami singgahi kampung demi kampung hingga sampai di desa Rantepangli, kami dapatkan suatu keluarga sedang menyelenggarkan persembahan Upacara pemakaman jenazah adat Toraja, lalu berhenti untuk menyaksikan . Sungguh sangat memikat, para kerabat dan tentangga melayat datang dengan membawa kerbau dan babi sebagai tanda belasungkawa, disambut dengan tari-tarian dan alunan lagu daerah, seorang moderator dengan memakai pengeras suara mengalunkan pantun-pantun menyambut mereka, upacara semakin semarak, rumah Tongkonan dan lumbung padi yang berdiri megah berjajar indah menjadi hiasan yang paling mempesona dalam suasana acara yang mengharukan. Lama kami berada disana, mengamati, mempelajari, merenungi maknanya dan mengabadikannya dalam potret. Hari kedua, ketiga hingga keempat , kami masih tak lelah menelusuri desa-desa, pergi ke Sigutu mengunjungi rumah adat Tongkonan dan lumbung-lumbung padi milik bangsawan Pong Tandi Bulaan, ke Kambira melihat Kuburan bayi diatas Pohon, ke Palawa perkamungan traditional Toraja, ke Londa mengunjungi kuburan yang terdapat dalam Gua Purba milik Lengkong dan To Para´ pak keturunan dari Tandililno , orang pertama yang membuat Erong peti mati dari kayu, ke Bantu Pune, ke Lemo, juga ke obyek wisata alam air terjun di Sarambu, mata air panas di Makula dan ke kolam mandi alam yang airnya sejuk dan bersih di Tilangnga. Dengan suka cita dan riang gembira tak ada bosannya kami berputar-putar mengilingi Tanah Toraja, Bagaikan dua makhluk yang baru terlahir kedunia , serba ingin tahu dan penasaran untuk datang ke semua tempat hingga suatu waktu aku terpaku dan bingung apa yang selanjutnya harus kulakukan. Aku terlanjur intim dengan Angelina, namun waktu mengingatkan bahwa tak mungkin untuk terus berada disamping langkahnya , rencana perjalannya memerlukan waktu yang lama, jika pergi ke Tentana bersamanya, dengan perjalanan 12 jam, beberapa hari aku harus menginap disana, lalu pergi ke Togean pulau yang sangat terpecil yang berada di wilayah yang sulit dan jarang transportasi laut, paling sedikit disana memerlukan waktu seminggu bahkan mungkin lebih untuk bisa keluar lagi, aku ragu jikalau aku bisa mengatur waktu dengan tepat hingga aku bisa menyebrang ke Gorontalo dan mencapai Manado pada tanggal yang diinginkan dan dari sana harus terbang menuju Maksaar dan Bali, lalu kembali ke Eropa. Aku hanya memiliki waktu dua minggu lagi berada di Indonesia, sedangkan dia masih 4 minggu. Jika aku paksakan , bukannya kesenangan yang aku peroleh malah kecemasan yang membelenggu. Sebenarnya Aku sudah merasa puas bisa datang ke Toraja, meski tak berencana tetapi datang ke daratan ini adalah impian yang lama kusimpan dan sekarang telah tercapai. Namun untuk terus berpetualang lebih jauh di pulau sulawesi mengikuti jejak dia, diluar dari kehendak, dan seandainya aku harus melakukan itu karena hasrat cinta mungkin bukan alasan yang begitu tepat. Di sebuah kursi berenda kamar hotel di bawah lampu yang menyala redup, aku menimbang-nimbang untuk memutuskan rencana selanjutnya. Tapi sungguh....cengkrama , canda dan tawa membuat kami sangat akrab dan semakin lama aku mengenal dirinya semakin kental pula dengannya dan semakin terasa berat untuk berpisah. Dalam Bimbang, keraguan seakan mengingatkan , bahwa perasaan dan emosi hanyalah bias yang nampak seperti remang dan bayangan yang tak jelas, dan tak mampu memberi jawaban yang pasti, apakah perasaanku adalah suatu bisikan asmara dan apakah dia juga akan memberikan ruang untuk perasaan hati, untuk bersama memciptakan sebuah romantika cinta. Waktu untuk menyelami itu terlalu singkat. Dan aku pikir akan lebih baik jika aku pergi...„Bagaimana, Kamu sudah putuskan rencanmu ?“ Suara dia mengusik senyapku, aku perlahan bangkit dan berdiri dihadapanya, kutatap wajahnya lalu ku pegang pipinya, sejuk segar, rambutnya yang berwarna coklat tua terurai panjang setengah basah , dia muncul setelah beberapa selang waktu berada di kamar mandi. Dia terdiam , lalu ku kecup pipinnya yang lembab dengan minyak pelumas. diapun terdiam. Hal ini kulakukan bukan yang pertama , reaksi dia pun selalu sama. Aku kembali ketempat semula duduk merebahkan diri, dia mengikuti jejakku , duduk di kursi sebelahku. „ Apakah aku harus ke Tentana ?“.Aku sangat bingung, angeline tersenyum.„Terserah, suatu saat kitapun harus berpisah“. Terkadang aku sengaja bersikap terlalu mesra agar dia merasakan sesuatu yang lebih. Dia sering tanggapi dengan tidak perduli, tetapi juga diam membiarkan sentuhan mesraku. Hal ini membuatku ragu. Semalaman aku pertimbangkan dengan sungguh-sungguh, akhirnya aku sampai pada suatu kepustusan, aku tidak mau mengorbankan waktu dan menguntit langkahnya dengan gelagat hati yang tak jelas, Aku memutuskan untuk kembali ke Makssar dan terbang ke Bali, lalu melakukan perjalan yang seperti telah diniatkan semula , ke Lombok dan berlayar ke pulau Sumbawa, komodo dan flores. Dipagi hari saat bersarapan , aku utarakan bahwa aku akan kembali ke Makassar.Angelina menatapku lama, matanya menjadi sendu. Dia seperti menyembunyikan perasaan duka, aku bertanda tanya apakah itu karena kekecewaan atas keputusanku.. „Jadi kau akan berangkat besok ke Makassar ?“ „aku pikir itu yang terbaik, Seandainya aku punya cukup waktu, aku lebih senang ikut rencanamu“. „Dani, lakukanlah apa kata hatimu“. Angelina memegang jari-jariku dan mengelus-elusnya.Suasana sekejap hening. Setelah selesai sarapan kami pergi ke pasar Bolu untuk menyaksikan geliat pasar dan jual beli hewan ternak kerbau dan babi yang diadakan hanya sekali seminggu. Disetiap gerak dan langkah terasa ada kekakuan diantara kami, Angeline sering nampak terdiam dan wajahnya tak berseri, dan aku mulai merasa gelisah. Bahkan lebih terasa lagi setelah aku membeli tiket bis untuk ke Makassar dan dia ke Tentena. Hari lebih banyak dihabiskan dengan santai tetapi perasaan malah tak menentu, kami malah sering membisu hingga sore berganti malam, dan saat lapar tak sabar lagi menunggu, kami pergi ke restoran di pinggir jalan di Karassik, tempat kami makan malam di hari pertama di Toraja. Tempatnya nyaman dengan Artistik bangunan menyerupai Rumah adat Tongkonan, berdiri megah seperti pendopo , batang-batang pohon kelapa yang kuat menyanggah atap yang terbuat dari injuk. Kursi dan meja terbuat dari bambu. Di siang hari bisa melihat kebelakang pemandangan hamparan sawah yang sedang mengguning. ''Besok aku akan kehilanganMu, Dani'' tuturnya tiba-tiba, dan lirih terdengar ''Tak ada lagi teman berbicara, teman main kartu. Aku akan sendirian di Bis. Kau tahu aku sangat menikmati perjalanan yamg telah kita lewati. Semua tempat yang kita singgahi di Jawa dan disini sungguh menajubkan, selebih itu karena kau bersamaku, kau pemandu yang cerdas dan penerjemah yang sabar, terima kasih“. „Kita sama-sama menyusun acara“.„Ya kita , kita telah bekerjasama dengan baik, team yang pas, dan kau sangat berguna“„kau juga, sangat penasaran, selalu ingin tahu, membuat aku jadi banyak tahu''.''Malam ini kita rayakan kekompakan kita.“ Dia meraih teh hangat yang berada di depannya, akupun begitu, kami hirup perlahan, asap kecil mengepul dari cangkir bagaikan kabut pagi. Suasana terasa Romantis , alunan lagu pop cinta mengalun. Kutatap wajah dia lama, dia membalas sorotan mataku, terasa dalam dadaku satu sentuhan menusuk benak. Ingin sekali aku menyentuh jemarinya yang munggil dan mengelusnya. “Sayang, kau memutuskan untuk pergi ke arah yang berbeda“.„Tapi, Angie aku ......“„Sudah tak perlu banyak pertimbangan“ Dia menutup mulutku dengan jarinya.“ Pergilah kemana kau mau“ lanjutnya. Tiba-tiba Pelayan muncul memotong obrolan, dia membawa hidangan yang dipesan, ikan Gurame bakar ala Toraja, gado-gado, kerupuk dan nasi. kami tidak meneruskan percakapan, malah mengamati hidangan jika semua tersedia. Ku tata mereka dengan teratur lalu kami santap dengan lahap. Aku menjadi bimbang , perasaan ini membuatku berpikir lagi, dan mencoba untuk mepertimbangkan tentang rencana kembali ke Makassar, Haruskah aku membatalkannya dan ikut ke Tentana bersama dia ?. Harus kah aku katakan bahwa aku menaruh hati padanya ? Ah tapi itu sangat geli sekali dan aku tak mau latah. Angin malam yang sejuk meniup menembus ruangan restoran, diluar remang-remang malam menyelimuti. Dijalan tak ada lagi kendarann yang lewat dengan sorot lampunya. Sawahpun hanya nampak seperti hamparan samar tak bermakna dan hanya terdengar pikikan suara beberapa penghuninya yang silih berganti, ringkikan jangkrik dan dengkuran katak di beberapa pojok yang gelap. Walaupun langit dijaga oleh bulan purnama yang memancarkann cahaya terang dan dihiasi bintang-bintang yang gemerlapan, namun malam berlalu tanpa suatu Ikrar Janji. Aku tetap pada pendirian yang semula, besok pagi akan ke Makassar, ku kecup pipi Angeline sambil mengucap selamat tidur. Malam yang larut mengantar kami ke kamar masing-masing dan aku baringkan badan di tempat tidur, aku ingat dia lagi , wajah dia yang menawan. Angelina , dia seorang warga amerika keturunan Libanon, cantik bagaikan bidadari dari surga * Di pagi hari saat berdiri di samping dua Bis yang akan berangkat ke tujuan yang berbeda, Angeline memelukku. „Jaga dirimu baik-baik“ katanya mendesah. „Kamu Juga“. „ Aku tidak akan pergi ke Togian setelah Tentena, tapi mau ke Palu dan terbang dari sana ke Manado. Di Bunaken aku hanya tinggal beberapa hari, aku pikir empat hari cukup untuk Diving. Ada waktu untuk menyempatkan diri bertemu kamu di Bali sebelum kamu kembali ke Eropa“ Katanya seraya melepaskan pelukan. ''Angie, bagaimana mungkin ?'' ''Aku masih punya waktu dua minggu setelah itu, aku akan ke Lombok selama satu minggu dan sisanya ku habiskan di Bali“. Aku bingung jadi tak mengerti rencan dia itu.„Angeline !“ „Aku akan kasih kabar untuk lebih pastinnya“.Dia mengecup bibirku, lalu berlari ke Bisnya yang sudah mulai bergerak. Aku merasa senang. „Tunggu“ tahan ku, dia berhenti dan menoleh. „Aku akan kirim kau email , Dani. Nikmatilah perjalananMu, have a good time, sampai jumpa di Bali“. „Ya; Kamu Juga , Have a nice trip“. Dia berlari lagi dan masuk ke dalam Bis. Aku menarik nafas, mulailah terasa pilu di hati. Aku perlahan melangkahkan kaki menuju ke pintu Bis. * Suara menderu dari mesin pesawat tidak mengusik pikiranku yang sedang menerawang. Dalam benak hanya terpendam rasa sesal dan kesal. Seharusnya aku mengikutinya ke tentana. Mengapa aku tidak mengikitu apa kata hatiku . Mengapa aku malah pergi berpisah dengannya , untuk sebuah cinta sebenarnya perlu pengorbanan , apapun resikonya tetapi malah sikap kecut yang aku tunjukan, Sekarang aku sudah ratusan kilometer jauh darinya, terlambat sudah , penyesalan sungguh menggerogoti diriku. Aku perlahan merasa yakin bahwa diapun menaruh hati. Keputusanku untuk berpisah denganya membuatku sangat kesal pada diri sendiri, sesal , kesal dan sedih.Ku coba menghibur diri dengan meyakinkan bahwa aku akan bertemu dia lagi di Bali, meski hanya beberapa hari tetapi itu akan menjadi moment yang berarti. Tak terasa setelah penerbangan satu jam dari Makassar pesawat mendarat di bandara Ngura Rai , Bali. Dengan memakai taksi dari bandara aku menuju kuta , kudapatkan sebuah Cottage yang munggil dijalan Padma. Bangunan bergaya rumah bali yang sungguh indah, dinding dan kerangka pintu dan jendela penuh dengan ukiran yang unik dan khas Bali. Di seberang jalan , terdapat sebuah internet cafe, aku pergi kesana saat malam menjelang larut. Kubuka Yahoo lalu ketulis sebuah Email untuk Angeline : ''Hi Angie, Aku lewati perjalanan dari toraja Ke makassar dengan menyenangkan, Armada Bis yang kutumpangi sungguh nyaman sehingga aku bisa bersitirahat dengan baik, tidur dan membaca buku, sewaktu-waktu kepandangi pemandangan di luar dari balik jendela. Pemandangan yang sama-sama pernah kita lihat, sawah-sawah dan gunung-gung nan jauh disana , hanya kunikmati sendirian. Sampai di makassar menjalang malam, terpaksa aku bermalam disana, tapi aku tak menginap di hotel tempat kita dulu.Pagi-pagi aku ke travel agent untuk membeli tiket pesawat, setelah itu kuhabiskan waktu berjalan-jalan di kota ,sampai mendekati jadwal penerbangan . Disetiap langkahku seperti ada sesuatu yang hilang . Ya... sungguh aku kehilangan sesuatu, aku kehilanganMu.. aku merindukanMu, Angie. Kutinggalkan kota makassar sore hari, pesawat Leon Air membawaku terbang ke angkasa dan saat take off, kupandangi pemandangan diluar,daratan yang luas , laut yang membiru, pantai yang putih bersih tak dapat ku expresikan dengan kata, sungguh menajubkan. Perjalanan tak begitu lama, dengan sekejap aku berada diatas pulau dewata, kulihat Gunung Agung seakan mencakar langit. Tak lama kemudian aku berada di bali dan masih survive. Aku tak tahu dimana kamu sekarang, mungkin sekarang kau disuatu tempat dimana orang tak bisa mencapaimu. Semoga kau baik-baik dan aku tak tahan menunggu kabar darimu. DANI“. Setelah aku mengirimkannya, aku akhiri dan kututup saluran internetnya, tak ada selera untuk membaca suatu website media berita atau membalas email dari kawan-kawan. Setelah kubayar ongkos pemakaian aku kembali ke Cottage. Di dalam kamar aku mengurung diri, mendengarkan musik dari sebuah CD player. Alunan satu judul lagu dari Album Ebiet GAD yang baru dibeli, benar-benar membawa ku hanyut dalam kerinduan dan tenggelam dalam suasana resah. Coba engkau katakan Padaku, apa yang seharusnya aku lakukanBila larut tiba, wajahmu terbayang kerinduan ini semkain dalamGemuruh ombak dipantai Kuta , sejuk lembut angin dibukit kintamaniGadis-gadis kecil menjajakan cincin tak mampu mengurir wajahmu yang manis. Bila saja kau ada disampingku,sama-sama arungi danau biruBila malam mata enggan terpejam, berbincang tentang bulan merah.... Coba engkau dengar lagu ini, aku yang tertidur dan tengah bermimpiLangit-langit kamar jadi penuh gambar, wajahmu yang bening sejuk segar Kapan lagi kita akan bertemu, meski hanya sekilas kau tersenyum kapan lagi kita nyanyi bersama tatapan mu mebasuh luka......... Aku terbangun saat matahari telah berada di tengah-tengah langit, rencana untuk pergi ke Lombok kuundurkan menjadi besok, hari terlalu siang untuk menyebrang kesana, jika kupaksakan aku baru akan tiba saat gelap gulita. Tak begitu peduli aku dengan berkurangnya hari untuk perjalanan, hari kuhabiskan berkeluyuran di pantai kuta, berenang, menjemur dan membaca buku, namun setiap gerak tak mampu mengusir bayang-bayang dia yang seakan menjelma. Setelah makan malam aku pergi ke Internet cafe lagi. Oh kaget bercampur senang , email balasan dia mampir di Mailbox belum begitu lama. ''Hi Manis, Aku senang sekali mendapat email dari mu, email yang menajubkan, kau tahu perjelananku ke Tentana sangat mengerikan ... gila.., Bis yang kutumapangi sungguh butut, Tempat duduk sempit sekali, bis berhenti setiap saat, penumpang di jejal, sebagian duduk dilantai, ayam dan binatang peliharaan lainya dimasukan ke dalam bis, beberapa orang muntah tak tahan dengan luak-liuknya jalan dan udara bau di kabin, mesin Bis mogok dua kali, ban meletus ditengah jalan..sungguh gila, dan tebak jam berapa aku nyampai, jam 12 malam. Terlepas dari itu Tentana sangat Indah, danau Poso sungguh menawan, keindahan yang tak tiada bandingnya. Sekarang aku ada di Ampana dan besok aku akan ke Togian, aku akhirnya memutuskan pergi kesana, kebetulan aku bertemu dengan seseorang dari Prancis yang juga akan kesana.“ Aku berhenti membaca, kutarik nafasku dalam-dalam, dada ini terasa sesak, tiba-tiba ingatan terasa linglung, dan perasaan sedih terasa menyeruak. Toh ternyata dia pergi juga ke Togian ,Pupuslah sudah harapan, tak ada lagi kemungkinan untuk bisa bertemu dia lagi, dia tak akan sempat untuk datang ke Bali sebelum aku kembali ke Eropa. ku ingat-ingat waktu kami sedang berada disamping bis di Rante Pao, ada seorang pria bule yang juga akan pergi ke Tentena, aku yakin bahwa lelaki itulah orang prancis yang dia maksud. Aku kesal sekali mengapa dia berubah pikiran. Kubaca Paragraf yang masih tersisa. Dani, aku rindu juga padamu, aku akan menulis email lagi sesampai di Manado, aku lihat apa yang aku bisa lakukan setelah itu.tapi jangan berharap.Ceritakan perjalananmu tentang berlayar, aku akan senang mendengarnya.Jaga dirimu baik-baik. Aku rindu kamu. Love, Angie. Paragraf yang terakhir tidak membuatku bergembira, malah membuatku seperti gila.Aku menjadi merasa semakin linglung. Kututup mailbox, lalu aku pergi, penjaga internet cafe sempat mencegat, aku lupa membayar. * Malam kulewati dengan gundah , tidurpun sering terjaga, hingga saat pagi muncul aku terbangun oleh suara ketukan pintu , seorang sopir menjemput untuk membawaku ke pelabuhan, perasaanku serasa hampa, lama hingga kubawa menyongsong siang di atas dak Ferry yang berada di tengah laut. Ferry yang sarat dengann muatan , ratusan penumpang, puluhan kendaraan roda empat, truk, mobil dan sepeda motor baru satu jam meninggalkan pelabuhan Padang Bay , berusaha keras menerjang Ombak, entah berapa knot yang dikeluarkan untuk mendorong lajunya tetapi yang terasa badan kapal seperti terombang-ambing bertahan diriak ombak yang sama.Perlahan pulau Bali mulai tak nampak, namun Lombok belum terlihat, yang ada hanya biru lautan mengelilingi , dari kejauhan terlihat kapal lain yang sedang berlayar. Aku memandingi laut yang airnya tak mau tenang, gelombang ombak silih berganti, dan besarnya beragam. Namun pemandangan yang kulihat tidak mengusik hati yang diselimuti oleh kegundahan. Wajah angeline sewaktu-waktu terbayang, mengganggu , membuatku resah, membuyarkan pikiran hingga aku tak sadar saat Fery tiba di pelabuhan Lembar, bahkan saat shuttle bus membawaku ke senggigi aku masih tenggelam dalam lamunan, baru saat sampai di Singgigi. Aku mulai terkesiap, berfikir untuk merencanakan perjalanan selanjutnya. Akhirnya aku batalkan rencana berlayar dengan kapal pesiar traditional ke lautan Sumbawa, Komodo dan Flores, karena suasana hati tidak menentu, Aku memutuskan pergi ke Gili air, dengan harapan hati bisa terhibur dengan bersantai, tapi kenyataan lain di gili air pun aku tak mampu betahan lama, hanya semalam aku sanggup menghadapi kesunyian, pantai putih yang indah dan tepi laut yang bersahabat dengan airnya yang jernih tenang, menggoda untuk menlemparkan tubuh kedalamnya, tak bisa membuatku tahan untuk menelan sepi. Sehingga aku menyebrang ke Gili Terawan, suasana agak berbeda , geliat dan denyut kehidupan yang ramah menemani kesendirian, keramaian di beberapa cafe dan lantunan instrumens dan lagu dari live music di saat malam seolah menjadi penghibur, beberapa orang yang sedang berlibur menjadi teman sementara tetapi masih tetap tak bisa mengusir bayangan dia yang terkadang muncul di kamar, di fatamorgana, di langit, di laut, di pantai, dimanapun dan kemanapun aku pergi. Aku telah Jatuh cinta, kata suara hatiku. Sambil bergelut dengan suasana hati yang murung, Kunikmati hari demi hari dengan berbagai acara, mengisi dan menikmati liburan yang setiap kejap terus menyusut. Yang pada akhirnya aku tersadar bahwa waktu cepat berlalu, aku mampir ke sebuah internet cafe setelah membeli tiket perjalanan kembali menuju Bali. Aku tidak berharap akan mendapatkan email dari Angeline, dan memang waktu ku buka mailbox tak nampak email dari nya , hanya beberapa datang dari kawan menanyakan kabar dan keberadaanku. Setelah kubalas , aku mencoba menulis pada nya, meski sebenarnya tak begitu bergairah untuk menekan tombol-tombol keybouard yang sudah luntur huruf-hurufnya. „Hi Angie, Meski ini bukan yang pertama kali ke Lombok, tapi aku mendapat kesan baru, pulau lombok sangat berkembang, infra struktur baik dan jalan-jalan mulus, bersih dan nyaman, walaupun Lombok tak sehijau Bali namun ke indahan alamnya sama mempesona. Aku urungkan untuk pergi berlayar, aku merasa tak bergairah untuk melakukannya, akhirnya dari Senggigi aku menyebrang ke gili Air. Aku dapatkan di Gili air sangat sunyi, saat malam datang tak ada suara lain yang terdengar, hanya gemuruh deburan ombak dan berisiknya daun kelapa yang bersentuhan tertiup angin. dan aku tak tahan dengan sepi yang telah mengusirku untuk meninggalkan pulau itu. Akhirnya aku menyebrag ke Gili Terawanangan, pulau ini tak banyak berubah, tidak begitu berbeda dengan waktu kunjunganku beberapa tahun yang lalu. Semuanya hampir masih sama, Di pesisir timur semarak berbagai denyut kehidupan, penduduk lokal dengan kesibukannya, sebagian bekerja di restoran, hotel dan bebagai macam turis service, para pengunjung menikmati hangatnya hari-hari dengan berjemur dan berenang, sebagian bersnorkling. Di tengah pulau tak banyak kehidupan, hanya kegersangan tanah yang kering, beberapa jenis tanaman tumbuh dan berjuang keras mempertahankan hidup di kekeringan musim kemarau. Di pesisir bagian barat hamparan pantai putih yang indah, tak ada banyak kegiatan. Hampir tiap hari aku melakukan jogging mengelilingi pulau, berenang dan melakukan snorkeling, kemarin aku menyebrang ke Gili Meno, disanapun tak kalah indahnya, bahkan di tengah pulau ada danau yang airnya jernih. Angie , jika kamu ke lombok , datanglah ke tiga gili ini, sangat indah sekali, kamu pasti suka, tetapi jika kamu ingin melihat binatang melata KOMODO, kau harus pergi berlayar dan saat singgah di pulau komodo, kamu akan dibawa melihat binatang langka itu. Meski aku urungkan untuk berlayar tapi aku tetap ingin pergi kesana , aku berjanji pada diriku untuk melakukanya suatu hari. Ternyata aku telah tenggelam menikmati hari demi hari sehingga aku lupa waktu berlalu begitu cepat, esok aku akan kembali ke Bali dan masih punya waktu empat hari sebelum kembali ke eropa. Akan ku habiskan waktu yang tersisa di Bali sebaik mungkin, Bali masih memikat buatku meski disana teralu ramai tapi masih banyak tempat yang bisa dipakai bersantai. Apakah kamu masih akan ke Bali ? jika kamu masih akan datang, kamu harus ke Ubud, disana kamu bisa melihat bagaimana kehidupan orang bali dengan adat istiadat , tradisi dan rutinitas sehari-hari melakukan upacara agama, kalau kamu beruntung bisa menyaksikan cremasi mayat. Sangat mengagumkan. Dan kalau kamu masih sempat bertemu aku di Bali, akau ingin mambawamu ke Jimbaran untuk makan ikan di pinggir pantai.... Bagaimana perjalananmu di Togian ? Aku tunggu kabarmu, semoga kamu baik-baik. Seseorang yang merindukanMu.. Dani. Perjalan kembali ke Bali memakan waktu seharian, tiket yang kubeli sama seperti yang dari Bali ke lombok, semua sudah all inclusive, sudah termasuk biaya perahu, ferry dan shuttle bus sampai diantar ke tempat tujuan di kuta, sangat praktis, aku tidak perlu pusing mengurusnya sendiri. Di sepanjang perjalan Aku tenggelam dalam lamunan, pertemuan dengan Angeline seakan seperti mimpi, dia muncul hanya sekejap tetapi meninggalkan bekas dan kesan sangat mendalam, malah membuat hatiku terluka, apalagi bayangan wajahnya masih terus menggoda, tak mau menghilang, membuat hatiku semakin nelangsa. Kesempatan untuk bertemu dia lagi tak ada, akupun tidak tahu harus kemana mencarinya, lagi pula waktu berlibur hanya tinggal hitungan hari. Aku perlahan menyadari bahwa kegilaan ini telah menyiksa diriku sendiri, tak ada yang bisa menenangkan gejolak jiwa ini kecuali melupakan dia, dan menganggapnya angin lalu yang telah mengoyak-ngoyak hati. Waktu menjelang petang aku baru sampai di kuta-bali , terpaksa menginap di cottage yang sama, setelah mandi dan makan malam aku pergi ke tempat seorang kawan lama,seorang yang merantau dari sumatra dan telah menetap di pulau dewata. kami bercakap-cakap, berbagi cerita panjang setelah lama tak saling jumpa. Akupun bercerita tentang Angelina. ''Sungguh berkesan kisahmu ini, tapi lebih baik lupakan saja, nikmatilah liburanmu yang tinggal 3 hari lagi. Seperti tak tahu saja wanita barat memang jinak-jinak merpati''. Tutur Bonar. ''Aku menyesal kenapa tidak terus menyertainya di Sulawesi''.''Sudahlah, tak perlu kau sesali, kau sudah memutuskan sesuatu yang benar. Aku pikir meski kalian jatuh cinta , mana mungkin bisa bersatu, kau tinggal di Jerman sedangkan dia di Amerika''.''Bon, dunia ini kecil, Meski laut membelah menjadi beberapa benua itu bukan suatu kendala, Aku bisa pindah kesana atau dia yang ke Jerman''''Sudah kau dengar lagi dari dia?''''Aku kemarin mengirim email padanya, tapi entah kapan dia akan menbalas''.''Menurutku percuma saja ada kontak, sekarang sudah terlambat, semua sudah berlalu. Lupakan saja dia, buanglah dia dari pikiranmu''.Aku termenung sejenak, Bonar menghirup kopinya. Memang semuanya sudah terlambat, dan tidak ada artinya mengenang sesuatu yang hanya membuat hati terluka. Namun untukku romantika ini sungguh sangat berkesan setelah sekian lama hidup sendiri , tak melihat bidadari yang tersenyum saat pagi menyambut sang surya terbit dan saat malam bermanja-manja meminta bulan berpurnama dan bercumbu diatas sana. Kesunyian seakan telah menjadi pendamping nakal saat malam lama terlewati, sepi seolah hantu yang jinak yang tak memberikan harapan apa-apa. Aku sungguh terlena dalam asmara cinta yang duka, meski memang tek pernah ku duga akan melewati secercah keindahan , dan meski ku coba ku tangkap dengan bimbang, ragu, bingung dan dengan keputusan yang salah, yang akhirnya menjauhkan harapan, namum sungguh indah , berbekas lama dan tak mau hilang begitu saja. Setelah semalam suntuk terjaga asyik bercengkraka , akhirnya Aku tinggalkan Bonar kawan yang ku kenal sawaktu masih tinggal di kota parahiyangan. Aku baru bisa memejamkan mata saat pajar menyingsing dan terbangun kembali saat sore baru menjelang datang. Sore tak sabar menunggu dan memaksaku untuk pergi ke pantai untuk menyaksikan Matahari yang akan terbenam. Bukan hanya aku, ratusan orang duduk mematung di atas pasir putih yang mengahampar panjang dan luas, memandang jauh ke lingkaran cahaya kuning yang dibalut oleh lembayung yang memerah. Sangat indah, perlahan sang bola yang tinggal setengah tenggelam dan menghilang. Aku melangkah pergi, dan mampir ke sebuah internet kafe. tak diduga-duga angelina mengirim email, isinya membuatku terperanjat. Hi manis, Aku baru sampai pagi hari ini di Menado, kamu tahu apa yang terjadi padaku, entah apa tulang rusukku mungkin patah atau cuma keseleo tetapi aku sangat cemas sekali, waktu aku di dermaga , aku terpeleset dan jatuh, tubuhku membentur lantai. Aku bingung apa yang aku harus lakukan, alasan utama ke sulawesi adalah untuk diving di Bunaken tetapi dengan keadaan ini, aku sangat kecewa , aku ragu karena sangat beresiko sekali untuk menyelam, Aku sudah mencoba mencari rumah sakit yang baik disini tetapi rasanya akan sia-sia karena kesulitan komunikasi, tak begitu banyak orang berbicara bahasa inggris. aku baru saja mendapat informasi di Bali ada sebuah klinik bernama Bali Medical Care yang bisa dipercaya , aku perlu di rogsent. Aku mungkin besok terbang ke Bali, dan mudah-mudahan masih bisa bertemu kamu sebelum kembali ke jerman. Dany mudah-mudahan kamu masih sempat membaca email ini tepat waktu. Aku rindu kamu, Angeline. Aku bergembira sekali tetapi seakan tak percaya. Aku balas secepatnya. Hi Anggie, Aku sangat senang mendapat kabar darimu, tapi sangat sedih pula mendengar kamu mendapat musibah. Datanglah ke Bali, mudah-mudahn cedramu hanya luka biasa dan kamu bisa menyelam di laut Bali atau di selat lombok, disinipun taman lautnya tak kalah indah. Kasih kabar aku kepastiannya dan kapan kamu akan sampai di Bali ?. Dani, Aku cepat kirimkan emailku, dan beberapa menit kemudian email balasan dia muncul. Dani, Terima kasih, kamu sangat cepat sekali tanggap, aku putuskan untuk terbang ke Bali, aku akan beli tiket itu sekarang juga, akan ku kasih tahu secepatnya kapan aku besok tiba. Sampai nanti XOXOXO. Aku pergi meninggalkan internet cafe dengan penuh ke girangan, lalu mampir ke sebuah restorant untuk makan malam, pelayan yang mempersilahkanku masuk dan duduk sudah bisa menduga bahwa aku dalam keadaan berbahagia, wajahku berseri-seri, pasti setiap orang yang melihat akan merasakannya. Hidangan yang ku santap terasa sangat lezat sekali, nafsu makan tiba-tiba bertambah dua kali lipat, tapi aku tak membiarkan hasratku untuk memesan makanan lagi. Setelah satu setengah jam aku duduk di pojok ruangan restoran, menikmati hidangan makan malam, aku kembali lagi ke internet cafe, .Email dari angelina kembali lagi hinggap di mailbox, isinya hanya mengabarkan kedatangan dia besok di Bandara Ngurah Rai. Pukul 09.30 pagi dia akan sampai disana. Tak sabar sekali menunggu esok, diatas kasur aku gelisah menanti, posisi kepala sudah kurubah berkali- kali, tapi kantuk tak mau juga datang, bantal yang menjadi sandaran kepala turut menjadi sasaran kegelisahan , sehingga ku bulak-balik beberapa kali sampai kapuk yang ada didalamnya menyembur keluar dari lubang kecil bekas jaitan yang sobek. Mata masih tetap terjaga, wajah dia terus terbayang, seakan tersenyum dan menghampiri, lalu memeluk, akupun tersenyum sendiri merasa senang dan sungguh terlena sampai tak sadar terbawa alam mimpi, lama dibawa melayang-layang ke awang-awang dan saat tidur lelap begitu dalam, bunyi alarm clock membuatku terkesiap.Aku cepat bangkit, langsung menuju ke kamar Mandi, aku siram tubuh dengan air yang dingin mengigil dan seluruh kulit ku gosok dengan sabun. Gigi yang terasa penuh dengan sisa-sisa makan yang masih terselip di gusi dan membuat tak nyaman di geraham aku sikat, kumis, janggot dan jambang yang setelah beberapa hari tumbuh tak terawat rapih, aku cukur sampai kulit muka terlihat lembut, bulu ketekpun kupangkas dan ku semprot dengan parfurm beraroma amour. Pukul 08.45 lima pagi aku menuju bandara, hanya 15 menit tersisa untuk menunggu kedatangan pesawat tiba. Di Bandara tempat menunggu, aku berdiri berderet dengan yang lain yang juga sedang menjemput, aku mulai tak sabar menunggu, ditemani oleh debar di dada yang semakin keras dan cepat , dan gemetaran di lutut ikut menyertai seperti terangsang oleh ritme detak jantung. Terdengar pengumunan bahwa pesawat yang membawa dia baru mendarat, di atas papan Jadwal pendaratan juga nampak tanda Landing menyala-nyala, jantung semakin terasa berdetak kencang, setelah beberapa belas menit berhamburan penumpang keluar, mata ku mencoba mengawasi setiap lenggang wanita bertubuh tinggi yang bermunculan, atau tersirat dalam pikiranku dia akan muncul dengan dipapah oleh beberapa orang. Tapi tiba-tiba dia datang, kepalanya melenggok ke kiri dan ke kanan mencari seseorang, aku lambaikan tangan, dia mengejar dengan tatapan dan tersenyum, setengah berlari menghampiriku. ''Hi, terima kasih , kau datang ke sini'' katanya, diwajahnya terlihat keceriaan, aku pun demikianDia memeluku, akupun merangkulnya.''Aku senang bisa melihat kamu lagi''''Aku juga, apa kabarmu, Anggie ?''''Baik.. hanya di sekitar tulang rusuk kanan terasa sakit''Jantungku yang tadi menggetarkan dada dengan kencang dan keras mulai kembali pada ritmenya yang normal. Perasaan bahagia menguasai ku, hari seakan hanya milikku dan mungkin milik dia juga, namun disaat-saat riang menggelora aku merasa heran melihat Angie yang nampak segar bugar, tidak terlihat seperti seorang yang memiliki cedra. Ku awasi seluruh tubuhnya, dan dia nampak begitu fit, ranselnya yang sarat dengan bawaan masih menempel rapat dipunggung, hanya wajahnya terlihat sedikit lelah..''Ayo aku bawakan ranselnya''. Dia menurunkannya, dan aku gendong.'' Ternyata kau masih kuat berjalan, aku pikir kau akan datang dengan dipapah oleh orang''.''Aku harap tidak ada sesuatu yang serius, aku ingin meyakinkan bahwa cedraku di rusuk belakang bukan patah tulang melainkan hanya keseleo saja, oleh karena itu aku perlu di rongsent'.'''Okey, aku bawa kau sekarang ke tempat ku, disana masih ada kamar kosong, kalau kamu suka bisa check in langsung, dan setelah itu ku antar kamu ke Klinik '':Angie mengangguk, aku menyetop taxi yang kebetulan lewat didepan kami. Tidak ada yang berubah, sikap Angelina masih sama seperti pada saat kami bersama sebelumnya, hanya wajahnya nampak sewaktu-waktu seperti mengerang manahan sakit. Pemeriksaan begitu cepat sekali, aku tak perlu lama menunggu diluar, Amgie muncul dengan senyum yang ceria.''Hasil diagnose negatif, cedraku hanya keseleo saja'' kata dia,''Aku diberi obat salep pelumas untuk melonggarkan ketegangan otot dibagian cedra dan pil anti sakit'' lanjutnya sambil menunjukan kedua barang tersebut.''Jadi tak ada yang harus dicemaskan lagi''.''Aku merasa tenang, Dany, sekarang aku bisa berencana tentang liburku yang masih tersisa, aku masih akan pergi ke Bunaken untuk menyelam, tetapi sebelumnya akan ke Lombok setelah kau terbang ke eropa dan kembali ke Bali dan terbang ke Menado lagi'':''Kau masih akan terbang ke Sulawesi lagi ?'' tanyaku seakan tak percaya.''Ya kenapa tidak''Aku sungguh tak mengerti dan sungguh heran. Kami berjalan menuju sebuah Cafe yang ada di seberang jalan, lalu duduk dipojok, mengambil tempat yang nyaman dengan posisi memandang keluar, hingga bisa melihat orang berjalan lalu-lalang.''Oh ya ceritakan pejalananmu di pulau Togien!''pintaku . aku ingin tahu hari-hari dia saat tinggal disana, dibalik itu sebenarnya aku ingin mengorek apa saja yang telah dia perbuat terutama dengan kehadiran lelaki prancis yang bersamanya, aku tidak bisa menyembunyikan perasaan cemburu yang menodong hati.''Togien sangat menajubkan, pulau yang sangat terisolir, pantainya indah dan air lautnya sangat jernih berwarna turki dan tak berombak setiap hari aku berenang, sungguh indah disana, kami tak pernah pergi kemana-man kecuali bersantai , membaca buku, berjemur dan bakar ikan dimalam hari''.''Oh jadi kamu tak sendiri ?''''Tidak, masih ada yang lain bersama kami''.''Maksud kamu , kami itu siapa ?''.''Aku dan Febian''.''Siapa Febian ?''.''Aku pernah menulis di email, dia orang prancis yang bersamaku dari Tentena, Ada apa dengan kamu Dany ?''. Mata anggie membelalak , memandangku sewot seakan kesal.Aku menunduk mencoba merubah paras wajahku yang sempat mesem. Aku merasa seolah telah menunjukan kecemburuanku terlalu jauh, dan angelina tidak begitu senang dengan sikapku itu. Sebelum suasana berubah menjadi kaku , aku mencoba mencari tema lain untuk dibicarakan. Aku sampaikan ide menyewa motor dan pergi ke Tanah lot esok pagi. ''Oh kita harus lakukan itu, kapan kamu akan ambil sepeda motornya ?''.Anggie sangat antusias dengan ide ku, dia setuju dan menyambutnya dengan senyum yang manis.''Aku akan ambil malam ini juga, sudah aku pesan sebenarnya. Sebelum kembali ke Hotel aku akan mampir ke sana''. Aku telah berusaha agar Angelina menunjukan sikap yang istimewa untukku, membuka harapan pertalian cinta, tetapi tak ada tanda-tanda dia mau memulai untuk itu, di saat kami pergi ke Tanah Lot dan kemanapun pergi, dia malah sering merubah percakapan jika aku menyinggung masalah asmara. Liburku memang hanya tinggal sehari lagi, dan malam terakhir tak akan ku sia-siakan, Aku harus berterus-terang dan dia harus memberi jawaban. Aku tak mau semua kekalangkabutan perasaanku hanya gejolak yang tak berarti. Disaat nanti makan malam di Jimbaran akan kucoba untuk berkata. Apapun reaksi dia akan kuhadapi dengan lapang dada. Jimbaran masih nampak lenggang , kami mungkin tamu yang pertama pada sebuah Restauran yang letaknya paling utara. Kugeserkan kursi untuk dia, lalu dia duduk tepat memandang ke laut yang hanya terlihat hitam dan dibeberapa tempat nampak pancaran-pancaran cahaya yang memantul dari lentera perahu-perahu nelayan. Aku pun duduk di sampingnya. ''Anggie, aku ingin mengatakan sesuatu'' kataku perlahan. ''Kau tak usah katakan, aku sudah bisa menebak apa yang kamu akan utarakan''. ''Kau yakin sudah tahu ?''. ''Aku sudah tahu''. ''Aku menyukaimu Anggie''. UjarKu. ''Aku juga menyukaiMu, Dany. Tapi aku hanya ingin berteman denganMu''. Tegasnya Aku merasakan kesunyaian yang tak terkirakan, aku membisu seribu kata, rasanya ingin menangis mendengar tutur Angelina. Air yang berlinang dimata hanya terlihat samar dan Angelina tak mau melihat itu, Aku merasa menjadi seorang lelaki yang tidak beruntung yang tenggelam dalam Sunyi Sendiri
Senja di sore itu
Hujan pagi itu masi mengguyur Balik Papan.Membuat manusia enggan beraktifitas pagi itu.Jalanan yang tadinya di hiasi dengan padatnya mobil-mobil yang berkeliaran,kini hanya di genangi oleh air yang semakin lama semakin meninggi.Rara dari tadi hanya duduk di dekat jendela sambil mengawasi air yang mengalir deras di dalam got.Tak di duga kalau pagi ini hujan akan sederas ini.Padahal jam 10.00 nanti dia harus sudah berada di kampus untuk kuliah dengan Pak Zendra SH.Dosen yang paling di takuti oleh seluruh teman-temannya.Sebenarnya mereka bukan takut,tapi mereka benci dengan Pak Zen.Karena system kuliah Dosen yang satu ini adalah mengejar target.Tidak peduli,yang di ajar mengerti atau tidak.Rara akhirnya beranjak dari tempat duduknya saat di lihatnya jarum jam sudah menunjukkan pukul 08.30.Ia haru segera mandi.Karena pasti sebentar lagi,Mama akan menyemburnya dengan omelan kalau dia tidak kuliah. Rara melangkahkan kakinya untuk memasuki ruangan yang menjadi istananya juga teman-temannya saat kuliah.Namun yang membuatnya dongkol,dosen yang paling di benci ini sudah duduk duluan dimuka kelas sambil menunggu mahasiswa yang belum datang.Dan sialnya Rara yang datang lebih awal.Jadi mau tidak mau dialah yang menerima mata kuliah lebih dahulu dengan Pak Zendra SH.”TNI AD(Terima Nasib Ini Apa Adanya).”Katanya dalam hati. “Kalian kemana sih?Kok nggak ada masuk?”Gerutu Rara saat melihat sovi juga teman-temannya tidak muncul di kelas. “Bangun kesiangan bhebs…..Jadi aku nggak masuk kuliah dengan Pak Zen.”Sovi menjawab sambil menghirup kuah sotonya. “Tapikan kalian bisa ngasih tau aku kan kalau kalian nggak masuk….Masa di kelas Cuma aku sama Pranata sih….kan nggak lucu…..” “Hahaha…….Jadiii……kalian mau jadi anak yang berbakti sama Negara ya….rajin banget kekampus…..Tapi nggak pa-pa lah…ntr kalau kalian sukses aku nebeng aja….” Sovi meneruskan makannya tanpa mempedulikan Rara yang masih geram dengan nya.Kalau saja dia bukan teman dekatnya.Pasti jitakan sudah mendarat di kepalanya yang manyun itu.Akhirnya Rra pun tergiur untuk memesan soto panas.Tadi dia belum sempat sarapan di rumah.Lagi pula hujan-hujan Mama malah masak nasi goreng.Kan nggak lucu….Yang ada juga ngantuk aja bawaannya.Walaupun sebenarnya hujan-hujan begini tarik selimut peluk guling malah lebih enak.****** Hari ini lain dari biasanya.Matahari mulai tersenyum menghiasi bumi.Burung-burung pun mulai menari-nari diatas dahan-dahan yang rindang.Rra tersenyum melihat semua itu.Di bukanya jendela kamarnya agar udara yang pengap berganti dengan udara segar.Hari ini Rra masuk sore.Dan pagi ini sudah di rancangnya sebuah rencana untuk menemui Alvin,kekasihnya untuk sekedar membawakan makan siang.Alvin seorang Intel di POLRESTA Balik Papan.Kemungkinan Alvin hari ini makan di kantin depan kantornya.Sekali-kali Rara ingin membawakan makanan buatannya sendiri untuk Kekasihnya. “Emang kamu mau bawain apa sih,Ra,buat Alvin?”Mama mengoreksi semua lunch box yang di isi oleh makanan . “Ikan pindang,Ma…Kesukaan Alvin.Dia kan belum pernah makan siang dengan masakan Rara.Nggak pa-pa kan sekali-kali Rra bawain dia makanan?”Rara menjawab sambil memakai sepatu. “Ya udah.Kamu hati-hati.Jangan lupa STNK motor di bawa.Jangan mentang-mentang Alvin Polisi,kamu seenaknya aja.” “Ya enggak lah,Ma……Ya udah Rara pergi dulu,ya……”Rara mencuim tangan Mamanya. “Hati-hati,ya…..” Rara melangkahkan kakinya menuju POLRESTA untuk menemui Alvin.langkahnya begitu semangat.Seolah tahu kalau sesorang sedang menunggunya di sana.Dan saat Rara tiba di tempat itu,Alvin lebih dulu menghampiri Rara.Dengan tersenyum Alvin menyambut kedatangan Rara.Di kecupnya dahi Rara saat sampai di depannya. “Apa kabar, Bu?”Alvin memanggil Rara dengan panggilan sayangnya. “Baik.Bebe apa kabar?”Bebe panggilan sayang dari Rara untuk Alvin. “Sepertih yang Bubu lihat sekarang.”Mata Alvin tertuju pada bungkusan yang di bawa oleh Rara.”Bawa makan siang buat Bebe?” “Iya,nih....Bubu bawain Ikan pindang kesukaan Bebe.Belum makan kan?” “Ya belum lah....Kan Bebe udah pesan makan siangnya sama Bubu....Gimana sih......” Rara tersenyum mendengar perkataan Alvin.”Bisa aja,Bebe....Tapi.....Bubu nggak bisa nemenin Bebe makan siang di sini.” “Kenapa?”Ada perasaan kecewa di hati Alvin. “Bubu harus ke kampus.Katanya di suruh jadi anak pinter.....Nggak pa-pa ya...Bubu nggak temenin Bebe makan siang....” “Hmmmmmmm..........Iya deh......Tapi.....ntar sore boleh kan,makan malem bareng di rumah Bubu????” “Boleh...Tadi Mama emang pesan kok...Hampir aja Bubu lupa....” “Yeeee gimana sih....umur baru 20 udah pelupa....Yaudah,brangkat deh....ntar telat lagi...” “Ya deh...Bubu pergi dulu ya....Da Bebe...”‘ “Da Bubu....” Rara melangkah meninggalkan kantor Alvin.Di lambai kan tangannya sebagai tanda kalau Rara masih ingin di situ.Hubungan Alvin yang di jalani dengan Rara sudah berumur 1 tahun.Rara pun makin yakin kalau Alvin lah yang mampu membimbing Rara dalam segala hal.Rara pun bertekad ingin segera menyelesaikan studinya yang tinggal dua tahun lagi di jurusan Komputer.Dan tampaknya Mama dan Papa pun setuju dengan pilihan Rara.Hanya yang Rara belum tahu,apakah orang tua Alvin juga setuju?Yang pasti Rara ingin mereka juga setuju. Awalnya memang lucu.Alvin selama ini selalu ilfell dengan Rara yang bertingkah sepertih lelaki.Gayanya yang selalu berkesan dancer R&B membuat Alvin senang meledeknya pejantan.Tapi memeang itu kegiatan Rara.Dan itulah yang membuat Rara jadi sangat benci pada Alvin.Rara memang hobby dengan Dancer.Dan kebanyakan laki-laki suka dengan gadis yang feminim.Bukan berkesan tomboy sepertih Rara.Tapi toh akhirnya Alvin malah jatuh cinta pada Rara.Mungkin karena sering memperhatikan Rara yang selalu berkesan menantang laki-laki denagn gaya tomboynya.***** Hari ini tak sepertih biasanya.Panas terik memanggang seluruh manusia yang ada dibumi ini.Membuat Rara enggan untuk melangkah kemana-mana.Tapi ia harus segera berangkat,karena anak-anak didiknya pasti menunggu di sanggar dancer.Sebagai guru les Dancer Rara tak biasanya terlambat.Ia tak mau anak didiknya Ilfeel padanya.Alvin sepertihnya tidak mau di ganggu dengan istirahat siangnya.Entah mengapa beberapa hari belakangan ini Alvin sulit di hubungi,selalu bilang sibuk saat di tanya.Dan siang itu akhirnya Rara pun pergi sendirian untuk menuju sanggar dancer.Walaupun sebenarnya ia sangat jengkel dengan sifat Alvin belakangan ini.Panas trerik di siang hari semakin memacu kejengkelan Rara terhadap Alvin.Tapi,mungkin juga Alvin kecape an dengan pekerjaannya.Jadi Rara harus bisa memaklumi keadaan itu. “Kok sendirian?”Tanya Sovi saat melihat Rara datang sendirian. “Alvin nggak bisa nganterin.Dia sibuk mungkin.”Jawab Rara menahan kesal manakala di ingatkan dengan Alvin yang mulai jarang mengangkat telvonnya belakangan ini. “Kenapa..... kalian berantem?” “Jelas dong,kalau kayak gitu caranya.Siapa yang mau di cuekin coba?Kamu juga pasti nggak mau,kan?” “Sabar,Ra...Dia kan juga butuh istirahat.Kamu jangan mau menag sendiri,dong....” “Ya,udah....Kok kamu jagi marah sama aku sih,Sov.....”Rara mulai kesal dan langsung mengambil alih untuk memimpin anak-anak. Sovi hanya mengangkat bahu melihat sifat temannya.Yang psti ia merasa ada yang tidak beresdi balik hubungan Rara temannya dengan Alvin,Intel di POLRESTA itu.Tapi Sovi tidak mau mengatakkan hal itu pada Rara saat ini,Karena sebagai teman Sovi Tidak mau Rara salah paham dengan semua ini.Tapi Sovi juga harus mencari tahu tentang Alvin,juga kebiasaannya saat di kantor.Salah satu caranya dengan mengorek semuannya lewat tukang kebun yang tinggal di tempat itu. Ternyata benar yang di katakan Rara.Alvin sangat berubah.Dia tak sepertih Alvin yang dulu.Dia cenderung sendiri dan tidak mau di ganggu.Bertemu Sovi pun tak mau menyapa.Seolah tidak pernah kenal.Tapi sedikit pun,Rara tidak pernah menaruh rasa curiga atau prasangka buruk terhadap Alvin.Itun kah yang namanya Cinta Dan Kepercayaan????? Semakin tak tahan melihat sikap dingin antara Alvin dan Rara,kaki Sovi pun tergerak untuk menghampiri Tukang kebun yang tinggal tak jauh dari kantor itu. “Bapak pasti tau kan tentang mereka yang ada di sini?”Tanya Sovi sambil menyodorkan sebungkus rokok ke pada tukang kebun itu. “Ya…kurang lebih begitu lah Non…..Emangnya Non mau Tanya tetang siapa sih?”Pak Dayat duduk di atas tikar yang terbuat dari pandan di pondoknya. “Saya mau Tanya tentang Alvin ,Pak.Apa Bapak tau bagaimana dia saat di sini? “Non pacarnya Pak Alvin?” “Bukan.Saya punya teman.Dan teman saya itu pacarnya.” “Setahu Bapak,Non….Kemarin Bapak Kapolresta,Pak Hadi Mau memindah tugaskan Pak Alvin ke Bandung Non…..Kenapa juga Bapak nggak tahu persis.Yang jelas kemarin Bapak sempat mendengar ancaman kalau Pak Alvin tidak mau,Pak Hadi akan menonaktifkan jabatannya sebagai Polisi.” “Pasti ada yang nggak beres,Pak….” “Wah…kalau masalah yang itu Bapak nggak tahu Non….Wong Bapak Cuma tukang kebun.Memangnya sudah berapa lama teman Non pacaran dengan Pak Alvin?” “Sudah Satu tahun,Pak…..Mmmmm,Kalau begitu terimakasih,ya Pak….Saya permisi dulu.” “Iya,Non….Sama-sama.”***** Setelah mendengar cerita dari Sovi tentang Alvin kekasihnya,siang itu Rara memaksa Alvin untuk bertemu di caffe tempat biasa mereka bertemu.Sebenarnya Alvin enggan unutuk bertemu dengan Rara,di karenakan Pak Hadi yang memberinya tugas untuk menemaninya menghadiri pesta pernikahan sahabatnya yang menjadi Kapolsek di Bandung jam tiga nanti.Namun sepertihnya Rara tidak menghirau kan alasan itu,Ia tetap ingin bertemu,dan mengancam akan datang ke kantor dan membawanya pergi.Dan anehnya Alvin takut dengan ancaman Rara.Ini di luar sifat Alvin. “Kenapa sih,maksa banget?”Katanya saat sampai. “Bebe tu makin aneh tau,nggak?Kenapa belakangan ini Bebe jarang mau angkat tellphone dari Bubu?Dan kenapa Bebe nggak bilang kalau mau di pindah tugas?” Alvin tersentak mendengar perkataan yang terakhir dari bibir Rara. “Dari mana Bubu tau kalau Bebe mau di pindah tugas?” “Jangan Bebe pikir selama ini Bubu nggak tau ada apa di balik ke diaman Bebe.Bubu nggak nyangka kalu Bebe selama ini bermasalah dengan jabatan Bebe.” “Mulai sekarang…..Jangan panggil aku dengan panggilan sayang itu lagi.Aku nggak pantes dapetin panggilan sayang itu juga cinta kamu,Ra.”Alvin berdiri menghadap pantai yang tak jauh dari caffe itu.”Cinta kamu terlalu tulus buat aku,Ra.Sedangkan aku nggak bisa membalas ketulusan cinta kamu.” “Maksud kamu????Kamu mau ninggalin aku,Vin????” “Aku akan ceritakan yang sebenarnya,dan mungkin ini terlalu sakit untuk di dengar.Tapi aku harus menceritakkannya,Ra.Dan sumpah demi Tuhan,ini bukan kemauanku.Ini kemauan orangtuaku,juga demi masa depanku.” “Orangtua kamu,masa depan kamu.....Aku nggak ngerti,Vin.” “Sebelum aku cerita,aku harap kamu sudah siap untuk mendengarnya.” “Aku udah siap!”Jawab Rara seakan sudah tau apa yang akan di katakan. nya.“Aku akan di pindah tugaskan karena aku akan di nikahkan dengan putri tunggal Kapolres Ku.Pak Hadi.” Rara tebelalak mendenganr semua itu.Ia merasa ada petir di tengah terik matahari siang.Air matanya yang telah siap mengalir,di bendungnya rapat-rapat di sela-sela bola matanya.”Lalu apa hubungannya dengan kedua orang tua Mu?”Tanya Rara setelah sedikit tenang. “Mereka sudah berteman lama.Dan aku ternyata sudah di jodohkan dari dulu dengan Dona.Putri tunggal Pak Hadi.” “Dan kamu menerimanya?Lalu kenapa nggak dari dulu kamu mengatakan hal itu kepadaku,Vin?”Kini Rara bukan lagi memanggil nya dengan panggilan sayang itu. “Aku baru tahu sekarang.Dan aku juga nggak amu kehilangan masa depanku yang selama ini dengan susah payah Ku cari,Ra.Aku juga nggak mau durhaka terhadap orang tua Ku.Bagi Ku,siapa pun yang jadi pendamping hidup Ku,adalah pemberian dari Tuhan.Aku hanya berusaha untuk mendapatkannya.Dan aku harap,kamu pun berfikiran sepertih itu.Maafin aku,Ra.Aku harus lakukan ini dan tinggalin kamu.Tapi asal kamu tahu,dari awal aku mengenal kamu,aku bisa merasakan betapa berharganya hidup di dunia ini.Aku masih cinta sama kamu.” Rara hanya terdiam terpaku mendengar perkataan itu.Ia masih tegak berdiri di depan Alvin yang sudah siap meninggalkannya.Air mata yang ada menggenang di bola matanya kini telah tumpah mengalir jatuh membasahi pipinya.Sebenarnya air mata itu tak ingin di jatuhkannya,tapi Rara tak sanggup lagi membendung air mata itu.Ketegarannya telah di runtuhkan oleh Alvin saat mendengar Alvin akan di nikahkan dengan Putri atasannya.Rara bisa menghargai itu.Ia juga tahu betapa Alvin menjadi kebanggan keluarga jika ia bisa menuruti keinginan keluarganya.Tapi hati Rara belum rela untuk itu. “Apa pun yang kamu tempuh,aku yakin sudah takdir yang di gariskan Tuhan.”Kata Rara sambil menghapus air matanya.Kini ia berdiri di dekat Alvin dan berhadapan.Ia mencoba untuk tegar.”Aku terima semua ini.Karena aku tahu,kalau kamu adalah kebanggan keluarga kamu.Aku akan lebih di sayang,kalau kamu mau menuruti kemauan mereka.Termasuk menikah dengan Dona.Putri Pak Hadi.Mungkin belum waktunya aku mendapatkan cinta yang bisa menerima aku apa adanya.Dan kalau kamu ingin tahu,hati ini sudah terlalu tegar untuk kamu tinggal dalam waktu yang begitu cepat.Kamu memang nggak menyakiti aku dengan cara selingkuh.Tapi aku,menganggap ini kutukan karena aku telah salah mencintai seseorang.” Rara langsung meninggalkan Alvin yang masih berdiri di hadapannya.Matahari senja menjadi saksi bahwa Alvin bukan milik Rara lagi untuk selamanya.Ia melangkah sambil menahan air mata yang siap tumpah.Entah apa yang ada dalam benak Rara saat ini orang lain tak bisa menebak.Ia ingin menangis,tapi ia juga harus tetap tersenyum saat bertemu orang lain.Seolah tak terjadi apa-apa terhadap Rara. ***** “Jadi ini yang membuat dia lebih cenderung pendiam sekarang ini.”Gumam Rara menyadari sifat Alvin Yang lebih berbeda dari sebelumnya.Nafasnya terasa sesak.Rasa-rasanya ia tak sanggup lagi hidup dalam kesakitan sepertih ini. “Rara....Sovi datang.”Suara Mama membuyarkan lamunannya.Buru-buru di hapusnya air mata yang berlinang di pipinya. “Suruh masuk aja,Ma.....”Rara tetap tidak mau membuka pintu kamarnya. “Maafin aku,Ra.....’Kata Sovi yang menyadari keadaan temannya.”Aku harus cerita semuanya tentang Alvin ke kamu.Aku nggak mau kamu terus-terusan nggak tahu apa yang terjadi sama dia.”“Nggak pa-pa,Sov.....Aku justru makasih banget sama kamu.Aku mungkin nggak kan tahu sama sekali kalau kamu nggak berusaha buat cari tahu tentang Alvin.” “Sabar,ya.....Aku tahu perasaan kamu.....Kapan Alvin pergi ke Bandung?” “Dua minggu lagi.Dia mau aku juga mengantarkan ke pergiannya untukak sang yang terakhir kalinya.Aku nggak sanggup,Sov....Tapi aku masih ingin melihatnya.......”Rara menangis sambil memeluk Sovi. “Ra.....Kamu perempuan tegar.....Kamu nggak bisa nangis Cuma gara-gara Alvin.” “Mama juga bilang begitu.....Tapi kenyataanya......Aku rapuh,Sov.....Aku nggak mau munafik....Aku masih cinta sama dia.....” Sovi semakin sedih mendengar penuturan sahabatnya.Selama ini yang Sovi tahu,Rara tidak mau ambil pusing kalau urusan bercinta.Tapi kali ini,sungguh lain dari kenyataan sebelumnya.dulu Sovilah yang selalu menangis saat di tinggalkan Doni kekasihnya.Namun itu bukan karena Doni akan di nikahkan dengan gadis lain.Tapi karena Sovi yang selalu selingkuh.**** Sore itu,matahari sedang indah-indahnya bersinar untuk kembali ke peraduan.Air pantai yang biru menjadi lebih indah saat matahari menerpanya.Cahaya perak itu memancar kemana-mana.Sungguh hari yang indah.Hanya sayang.Keindahan itu harus mengantarkan Kepergian Alvin menuju Bandung.Dan menetap di sana,dan meninggalkan Rara untuk selamanya.Rara masih menangis sambil duduk di tepian Pantai yang tak jauh dari Bandara.Ia tak sanggup untuk melepaskan Alvin yang sudah membawa separuh cintanya. “Aku mau hari ini kamu jangan menangis,Ra.Tetaplah tersenyum Untuk,Ku.”Suara Alvin menghentikan tangis Rara.Rara pun menoleh ke arah Alvin yang menghampirinya.Ingin rasanya ia menghambur untuk memeluknya.Tapi niat itu di urungkan saat di ingatnya Alvin bukan miliknya lagi.Ia hanya berdiri saat Alvin menghampirinya. “Kenapa kamu masih di sini?Jam berapa pesawat kamu berangkat?”Rara masih mencoba untuk berpaling. “Jam 5 nanti.Dan untuk hari ini aku mohon,Ra....Buang ke angkuhan kamu.Aku tahu,Ra..kamu masih sayang sama aku.Jangan bohongi hati kamu,Ra....” “Aku memang masih sayang sama kamu,Vin....Tapi bukan berarti dengan seenaknya kamu bisa meminta Aku untuk mengatakan itu,sementara kamu bukan milik Ku lagi.....Kamu lakukan ini untuk masa depan kamu,Orangtua kamu.Tapi kamu masih meminta aku untuk tetap mencintai kamu yang jelas-jelas akan meninggalkan aku.Di mana perasaan kamu,Vin?Di mana?!!!” Kali ini Rara benar-benar menumpahkan semua yang mengganjal di hatinya.Ia ingin Alvin tahu betapa sakitnya hati Rara saat mendengar berita yang tak pernah di duga itu.Rara tidak punya pilihan lain lagi.Karena Alvin Sendiri memilih untuk mengikuti kata hati orang tua juga Nuraninya. “Tapi untuk kali ini,Ra.....Izin kan aku memeluk kamu,mencium dahi kamu,dan mengucapkan kalimat sayang Ku sama kamu.Untuk yang terakhir kalinya.Dan menyakinkan kamu,kalau akan ada yang lebih baik dari aku yang akan mencintai kamu.” Alvin merengkuh Rara ke dalam pelukkannya.Rara pun tak mampu berkata-kata lagi.Dalam hatinya masih menginginkan Alvin untuk tetp bersamanya.Hanya keadaan itu tak mungkin akan terjadi. “Aku sayang sama kamu,Ra.Aku masih cinta sama kamu.”Kali ini tangis Rara makin menjadi.Saat Alvin mendaratkan kecupan di dahinya.Dulu Alvin sering memperlakukan Rara sepertih itu.Dan kini,itu menjadi yang terakhir kalinya Alvin mencium dahinya.”Aku pergi.”Alvin perlahan-lahan melepas pelukkannya.Dan beranjak menuju pesawatnya. Matahari yang siap kembali keperaduannya mengantarkkan langkah Alvin yang akan berangkat menuju Bandung.Semakin samar dan lama-lama menghilang.Pesawat yang di tumpangi Alvin kini telah meluncur meninggalkan Balik Papan.Rara hanya bisa menangis kembali untuk melepaskan kepergian Alvin dari hidupnya. “Matahari sore tidak mau melihat tangis seorang Gadis.Karena hari ini adalah senyumnya untuk Esok Hari.” Rara menoleh ke arah suara itu.Seorang laki-laki sedang berdiri menghadap Kearah pantai.Tapi sayang.Ia buru-buru pergi sebelum Rara mendekatinya.
Aku sudah siap-siap di pagi hari untuk berangkat ke sekolah demi cita-citaku ini. Sudah dandan setipis mungkin, bawa buku catatan sama kotak pensil. Soal tata baju? Aku tidak terlalu panik, karena aku tidak suka berpakaian super lebai. Cukup dengan kaos polos warna biru mudah dan jaket tipis putih, ditambah dengan celana jeans. Aku tidak akan lupa sama topi golf kesayanganku. Selalu jadi barang keberuntunganku dimana aku berada. Terdengar suara ketukan pintu, aku ngoleh ke arah pintu tersebut. “Juliet, sarapan sudah siap nih. Hari ini kita makan daging bacon sama telur rebus.” Sarapan favoritku kalau nginap di hotel berbintang. Aku keluar dari kamar, turun pakai tangga dan masuk ke dalam dapur. Yang ada hanya bokap nyokapnya Robert. Mereka sibuk makan sarapan yang tadi sudah dijanjikan. Nyokapnya Robert mandang aku dengan senyum ramahnya. “Sini, Juliet. Aku sudah bikin sarapan favoritmu, tinggal nunggu teh susumu.” Aku ngangguk dan duduk di meja makan. Begitu makan daging bacon, aku muji masakannya. Tidak heran kalau beliau kerja sebagai chef di restoran Italia. Beliau kasih aku secangkir teh susu yang masih hangat. Begitu selesai sarapan, kuminum teh susu pelan-pelan. Muncul di benakku, dimana Robert sekarang? Apa dia masih tertidur karena semalaman nonton opera? Aku buat perjanjian kalau aku akan nyebut mereka om dan tante. Bokap nyokap terlalu gaul untuk mereka yang tinggal di Perancis. Tante nyatakan ini sambil minum teh hijaunya. “Kalau ada sesuatu, bilang saja sama tante. Kami akan bantu kamu sebisa mungkin.” Itu buat aku malu sekaligus merasa sangat bersalah. Karena aku hanya numpang untuk tinggal di sini dalam beberapa tahun ini. Aku tidak akan ngerepotin mereka sebisa mungkin. Begitu pamit berangkat, aku panik mau naik apa untuk ke sekolah. Aku tidak tahu kendaraan umum di sini. Muncul taksi di depanku, dan Robert keluar dari dalamnya. “Aku tahu kau akan kerepotan untuk cari kendaraan. Ayo masuk!” Aku bergegas masuk ke dalam taksi. Selama perjalanan, aku dengar gimana Robert bisa jadikan taksi ini sebagai langgannya. Supir taksi juga kenal Robert dan janji bakal antarkan aku ke sekolah. Betapa baiknya mereka sebagai orang yang bisa kupercaya di negara ini. Aku tidak lagi mikirin cowok kemarin, yang pergi setelah ambil kucing kesayangan. Entah apa kucingnya kabur sekarang karena ketidak nyamanan yang kulihat kemarin. Aku ngalih padanganku ke arah jendela, lihat rumah-rumah yang sama versinya dengan rumah Robert. Juga orang-orang yang berjalan di pinggir jalan, dengan jaket tebalnya. Apa musim dingin mulai masuk ke negara? Kalau beneran iya, aku telah menjadi orang paling berbeda. Dalam hal negatif. Begitu tiba di depan gedung sekolah, aku keluar dari taksi dan pamitan sama Robert. Dia janji akan makan malam sama aku di rumah. Kebetulan, Jason ada acara malam ini. Aku naik tangga cepat-cepat dan masuk lewat pintu, sementara orang-orang di sekitarku tampak tenang. Sampai aku masuk ke dalam keramaian, seperti pasar malam. Aku desak-desakan sampai harus tahan nafas. Mereka tidak tahu ada cewek yang sudah mau pingsan karena sesak nafas. Terlihat sekilas, tangan seseorang tanganku dan ngeluarkanku dari lingkaran setan itu. “Makasih banget, sudah nyelamatin aku.” Begitu aku mandang wajahnya, dia bukan cowok kemarin. Lainkan cowok dengan potongan rambut pendek, dan senyum ramahnya. “Gak apa-apa kok... untung kau gak pingsan di sana terus keinjak-injak.” Aku tertawa, senderan dengan locker sekolah untuk mahasiswa. Cowok itu berhenti bicara dan tersenyum kecil, sekaligus ngulurkan tangannya padaku. “Aku Capulet, kau siapa?” Capulet? Salah satu keluarga Juliet di karya William Shakespeare? Apa nama itu hanya kebetulan? Aku dengan tenang berjabat tangan dengannya. “Aku... Juliet...” Capulet terlihat kaget, dengar namaku. Seolah namaku itu unik, dan langka untuk digunakan. “Capulet dan Juliet... kayak ditakdirkan sebagai ayah dan seorang putri.” Aku tersenyum, nertawai nama Capulet di dalam diri cowok itu. “Berarti, aku harus panggil kamu papa dong.” Kami berdua tertawa sekecil mungkin. Capulet dengan baik hati, ngantarkan aku ke ruang kepala sekolah. Aku cerita riwayat hidupku sampai hari pertama aku berada di Perancis. “Jadi, kau cewek berasal dari Singapura? Aku suka banget ke sana, apalagi kalau sama teman-teman sekelas.” Dia sudah berkali-kali terbang ke negara asalku hanya bersama teman-temanku, tanpa bokap nyokap di bayangannya. “Apa ada orang yang bernama... Romeo? Ini cuma ngira-ngira saja kok.” Capulet hilangkan senyumnya, seolah aku berkata sesuatu yang sedikit nyakitkan. “Kau pasti gak mau tahu apa orangnya ada atau gak.” Aku milih untuk diam, daripada bikin dia tidak nyaman denganku. Aku masuk ke dalam ruang kepala sekolah, ditinggal sama Capulet. Keberisikan kelas sudah naik ke tingkat tinggi, kayak orang lagi demo di depan gedung DPR. Bedanya, semua cewek pada berbaju bagus sampai terlalu berlebihan. Sedangkan cowok, ambul radul. Apalagi, rambutnya dibiarkan berantakan dan diikat pakai pita kecil. Namun, hanya satu cowok dengan rambut rapi dan wajahnya yang datar. Dia hanya melihat pemandangan. Tidak ada seorang yang menyapanya, seolah dirinya hanya angin berlalu. Sampai seorang cowok dengan gaya punknya hampiri dan pegang dahunya. Tahu, ini akan berlangsung tanpa hasil baik sedikit pun. “Kok kau diam? Bukan kau cowok di kelas ini?” Cowok punk tersebut hanya diam saja, dan siap-siap untuk sok puitis. “Aku itu Romeo yang lagi patah hati, dan butuh cinta sejati untuk sembuh. Atau aku akan terperangkap oleh kesedihan.” Cowok pendiam itu terganggu, apalagi namanya dimainkan. Dikait dengan kisah penuh tragis. Pemandangan jahat ini terputus begitu guru datang dengan bajunya yang sangat fashionable. Sudah jadi makanan buat cowok dengan mata keranjangnya. “Selamat pagi, anak-anak. Hari ini kita kedatangan murid baru dari Singapura. Kemarilah, nak.” Aku yang berada di lorong, gugup. Aku bukakan pintu dan masuk ke dalam kelas. Aku dengar semua kalimat puitis dari cowok punk tadi, dan itu bikin aku yakin. Aku akan dibikin malu oleh semua orang di kelas. Mandang semua murid dan tersenyum ceria, itu hal yang tersulit kulakukan sekarang. Yang paling kutakuti adalah reaksi begitu mereka tahu namaku. Romeo ada di kelas, dan aku akan dipasangkan untuk bahan olokan. “Aku... Juliet, pindahan dari Singapura. Aku mohon bantuan dari kalian.” Salah satu murid cowok hampiri Romeo yang berada di belakangnya. “Pasangan sejatimu datang tuh! Swit swit!” Semua pada sawutin Romeo dengan kata Swit swit yang sangat panjang. Aku kasihan padanya, namun tepukan tangan dari guru pecahkan keributan ini. “Sudah-sudah, ini bukan pasar. Juliet, kau duduk di...” Yang tersisa hanyalah tepat Romeo, dan itu terlihat oleh guru. “Kau duduk di sebelah... Romeo.” Aku jalan pelan-pelan, lewati orang-orang yang berbisik satu sama lain. Aku duduk dengan bernafas lega, dan tutup muka. Aku malu dengan situasi. Reinkarnasi pasangan dengan akhir cerita tragis, telah hadir di tempat ini. “Maaf...” Suara itu terdengar jelas di telingaku, melirik ke samping. Hanya Romeo yang melirikku dengan wajah nyesalnya. Begitu kuperhatikan wajahnya baik-baik, aku baru ingat dan sadar akan suatu hal. Romeo adalah cowok yang kemarin kulihat tiga kali. Kelas pengenalan soal perpanduan warna telah selesai, aku tidak tahu siapa yang bisa kuajak ngobrol. Apalagi, setelah keributan dan kenyataan yang kualami dalam beberapa saat ini. Aku bukannya tidak mau temenan sama Romeo, tapi aku ingin tahu sifatnya seperti apa. Sampai Capulet ketuk dinding dari luar dan ngejutkan aku. “Hei, Jul.” Aku tersenyum, keluar dari rasa canggungku sama Romeo. Aku hampiri dia dan jalan di lorong. “Tampaknya, kau habis tertekan. Apa karena... Romeo?” Aku tersipu malu, tahu sikapku tadi nunjukkin betapa aku tidak peduli padanya. Romeo di sini, sebagai cowok yang dingin dan malu. “Aku... butuh pengertian soal sekolah ini. Kau mau ngajak aku keliling?” Capulet seperti pemandu tur yang nunjukkin tempat penting yang akan kubutuhkan suatu saat nanti. Dia jelaskan dimana aku bisa temukan kantin, kelas-kelas lainnya dan toilet. Di sisi lain, aku kasihan sama Romeo. Di acara tur ini, dia tertangkap duduk di dekat jendela rumah. Tidak ada yang nemani dia. Capulet tidak perhatikan diriku saat mandang Romeo atau dia pura-pura lihat namun dia ngacuhkannya. Yang paling ganggu adalah pandangan orang di lorong. Mungkin pertemuan antar Juliet dan Capulet dibilang unik, dan akan ada kejadian di antara kami. Pikirnya mereka. “Sini...” Capulet ulurkan tangannya padaku, dan aku meraih tangannya. “Apa kau gak keganggu sama pandangan orang? Kita pakai nama dari kisah tragis loh. Aku kan putri yang dipaksa olehmu untuk nikah.” Capulet tersenyum genit, tanganku digenggam erat-erat. “Kau cewek lucu banget, pagi-pagi sudah bikin aku tertawa.” Aku sedikit goyah jalan dan hampir terjatuh. Untung, aku bisa jaga keseimbangan. Kita berdua ke kantin, dan semuanya... makanan Perancis. Walau ada sih... makanan Italia berupa lasagna dan macaroni, tapi badanku bisa tambah gendut. Capulet pecahkan kekhawatiran begitu lihat wajahku dan lihat. “Kau tunggu ya, aku tahu makanan pas buat cewek dari Singapura.” Genggam tangan kami terlepas dan dia pergi ngantri untuk beli makanan buat aku. Senang punya teman baru yang sangat pengertian seperti Capulet, ini akan mudahkan hari-hariku di sekolah ini. Meski, aku sudah jadi pusat perhatian berkat namaku dan dipasangkan sama Romeo. Kubalas senyum pada Capulet yang sempat tersenyum padaku di antrian. Romeo muncul secara tiba-tiba dan dia hanya lewati aku, sebal digituin. Karena nasihat dari Robert melambung di kepala, kupasang wajah tajam padanya. “Hai...” Romeo melihatku dengan tatapan dinginnya. Sepertinya, dia terganggu dengan sapaanku. “Gak usah sok ramah, kau.” Dia pergi cari tempat duduk untuk makan. Sumpah, kenapa tuh cowok? Bukannya hal wajar untuk nyampa orang sebagai tanda perkenalan? Romeo... kau seperti robot. Capulet datang dengan napan berisi makanan. Aku kaget lihat mangkuk berisi Tom Yam, ini makanan kesukaanku. “Kalau lidahmu gak cocok untuk Perancis, ini makanan pas untukmu.” Aku pegang napan tersebut, begitu tangan Capulet terlepas dari napan. “Kau gak ada janjian apa sama... teman-teman sekelas gitu?” Capulet tertawa sambil ambil kotak jus melon dari meja cashier. “Saking sering namaku diolok-olok, aku rada... gak nyaman.” Aku tersenyum kasihan padanya, pasti sulit untuk bertahan di sana. Tanpa teman yang bisa diajak untuk suka dan duka. “Berarti, kau pikir... kita senasib?” Capulet tidak jawab, lainkan pegang pinggangku dan bawa aku ke meja makannya. Kami duduk di dekat jendela, perlihatkan wajah Perancis yang sangat indah ini. Memang kuakui Singapura juga indah, tapi ini jauh lebih indah. Tapi, kalimat dingin dari Romeo tidak bisa bikin aku tersenyum lebar. Capulet asyik makan hamburger porsi besar dan segelas coca cola, tanpa ngobrol apa-apa sama aku. Apa aku sebaiknya bertanya, siapa Romeo itu? Daripada aku penasaran sendiri, dan lakukan hal nekat. “Romeo itu orangnya kayak gimana?” Capulet berhenti ngunyah makannya, dan dia tersedak. Dia bergegas minum coca colanya dan ngeluarkan suara “Aaah..” begitu mulutnya terbuka. Aku berusaha mikirkan kalimat untuk akhiri ketidak enakan dari dirinya. “Janji... aku gak bakal ngobrolin ini di depanmu.” Capulet secara spesifik jelaskan seperti apa... siapa Romeo itu. Romeo adalah cowok paling pendiam dari seluruh cowok di sekolah ini. Beda dari Romeo yang penuh karimastik dan gairah. Dia diberitakan berasal dari keluarga mafia tuh deh... karena banyak perusahaan yang bangkrut. Perusahaan bokap nyokapnya bagaikan monster raksasa, tidak ada yang bisa ngalahkan kekuasaannya. Mungkin status bokap nyokapnya, Romeo dijauhkan oleh murid-murid yang kebanyakan anak dari perusahaan yang sudah ditindas. Begitulah deskripsi dari Capulet soal Romeo. Tidak ada hal-hal jelek tentangnya, tapi kenapa Romeo suka berdiam diri? Apa dia berpikir, lebih baik berdiam diri daripada kena masalah? Topik obrolan ini berganti ke candaan yang sungguh bikin kami berdua tertawa geli. Terutama aku yang dibikin sakit perut. Capulet cocok jadi pelawak, daripada calon fashion designer. Aku juga jual leluconku padanya dan dia dibikin sangat sakit perut. Kedua kakinya sampai terayunkan dan nendang meja. Itu sedikit berlebihan. Aku lanjutkan makanku yang sudah dingin. Tetap saja, aku suka minum kuahnya yang pedas sekaligus asem. Kami keluar kantin, begitu bayar makanan masing-masing. Ada kejadian sedikit tidak enakkan hati, ada cewek berkacamata bulat berhadapan sama sekelompok cewek cantik. Jelas-jelas, bukan lawan sepandan untuk cewek kacamata tuh. Menjelang sore, aku bergegas keluar dari gedung sekolah untuk balik ke rumah keluarganya Robert. Tanpa disengaja, sepatuku kesangkut sama paku. Akibatnya, aku hampir mau jatuh dan mukaku masuk ke dalam saluran got. Bedanya, bukan begitu kejadiannya. Badanku tertangkap oleh pegangan tangan seseorang, dan melirik untuk lihat wajahnya seperti siapa. Sial, orang itu Romeo. Wajahku merah padam sekaligus aku merasa deg-degan sekali. Ini kedua kalinya setelah bertemu di bandara. Dia bantu aku untuk berdiri dan sadar dari berhentinya waktu. “Makasih sudah nolong...” Romeo tetap tidak berubah sikap wajahnya dan pergi ninggalin aku. Aku lihat dia masuk ke dalam mobil mewah, tidak buruk untuk salah satu keluarga mafia. Muncul taksi di depanku dan keluar Robert, dengan wajah cerianya. Aku kasih senyum untuknya, dan nyerahkan tas sekolahku untuknya. Begitu masuk ke dalam taksi dan tancap gas, Robert mandangku dengan wajah semangatnya di era 45. “Gimana sekolahnya? Pasti asyik... bisa ketemu teman-teman baru.” Aku pikir sebaliknya, aku sudah punya musuh. Musuh karena sudah maluin aku di kelas. “Seru banget, kau pasti gak percaya. Minta bokap nyokap untuk sekolahin kamu.” Robert kaget dengarnya, minta bokap nyokapnya untuk sekolahan? Gimana bisa yakinin mereka untuk sekolah, sementara mereka percaya sama keadaan sekolah jaman sekarang? Akan ada banyak kejadian bullying di sana dan hanya kenangan buruk. Begitu masuk ke dalam rumah, aku mandi di bak dengan aroma bunga. Rasa penatku hilang dalam waktu sejam kemudian. Masuk ke dalam kamar dan ganti baju. Robert ngajak aku untuk makan malam, berupa ayam panggang dan kentang rebus. Makan malam bersama keluarga Robert, adalah malam yang sangat hangat. Om dan tante ceritakan keseharian mereka, waktu kerja mereka. Tante sibuk kerja sebagai chef dan restorannya sangat penuh. Sementara Om kerja sebagai wartawan di koran. Betapa lelah mereka, ditambah nyiapin makan malam di rumah. Selesai makan, aku balik ke kamar. Aku berbaring di tempat tidur, sambil nunggu tertidur. Beberapa detik kemudian, aku tertidur lelap.
Mr Lebay
Mr. Lebay adalah julukan yang di berikan Icha pada seorang cowok yang bernama Levy,Julukan itu di berikan Icha saat si Levy itu bertingkah berlebihan dengan sahabat- sahabatnya di depan Icha. Jujur aja, sebelumnya Icha emang pernah naksir sama si Levy itu, Bahkan bukan hanya sekedar naksir aja, Icha sampai pernah jatuh cintrong sama si Levy itu.Saat itu, Icha curhat sama sahabat- sahabatnya, salah satunya adalah Sari, Sari ini emang sahabat setianya Icha, kapan aja, dimana aja, pasti Icha curhat sama Sari.bahkan saat jatuh cinta sama Levy pun, Icha curhat juga ke Sari.Setiap datang ke kampus, dari Senin sampai Jum’at, curhatan Icha gak pernah ganti, tetap satu topik LEVY.Kadang Sari malas dengar curhat Icha dari hari- ke hari, tapi karena mengatasnamakan sahabat, akhirnya Sari pun jadi tempat curhat,allways…Kalau satu hari aja gak ketemu Levy, pasti Icha langsung curhat ke Sari, maklum aja lah kalau orang lagi jatuh cinta, apa aja yang di omongin, jatuhnya ke topik yang itu- itu… lagi.Hari itu, Icha belum nyampe kampus, biasanya Sari pasti udah nunggu di tempat tongkrongan mereka “Kursi Hijau” namanya, bukan hanya karena warna kursi itu hijau, tapi karena kalau duduk di situ pasti si Icha dapat pemandangan yang “asri”, siapa lagi kalau bukan Levy.Menurut Icha, Levy itu:Manis, pintar, ramah, dan senyumnya itu,, aduh… bikin Icha kelepek- kelepek,apalagi kalau Levy negur Icha jantung Icha seperti ingin berhenti berdetak, untung aja si Icha itu gak langsung COID, bisa berabe urusannya, kan gak lucu pas jenazah Icha di otopsi, hasilnya penyebab kematian adalah karena Shock melihat cowok yang di taksir, apa kata dunia? Jadi ingat film Naga Bonar nich….Tuhan emang adil, Icha sering bahkan hampir setiap hari bisa ketemu sama Levy, jadi Icha bisa setiap hari dekat sama Levy, yaa… walaupun dekat yang di maksud oleh Icha adalah bisa ngeliat Levy setiap hari, dengan cara “mengendap- endap”, kucing kali mengendap- endap, atau maling??ah… gak tau ahh… yang penting Icha bahagia bisa melihat wajahnya Levy.”Cute nya…………”ujar Icha saat melihat Levy.Tapi hari ini, saat salah satu teman mereka seminar, Icha baru tahu tingkah Levy yang sebenarnya, saat itu teman Icha yang seminar bawa Donut untuk para dosen, Icha dan teman- teman yang lain ternyata juga dapat jatah Donut, lumayanlah….tapi semua pikiran Icha ke Levy berubah drastis saat Icha melihat Levy mengambil sebuah donut coklat, ternyata si Levy itu, gak makan Donut nya, di hanya makan CERES nya aja, oh my Good… Icha langsung Illfeel ngelihat si Levy itu, belum lagi, donut yang sudah tanpa ceres itu, di kasih Levy ke teman nya, Jelas aja temannya si Levy marah, dan si Icha langung Illfell ngeliat kejadian itu.Dan itu adalah sifat Lebay yang pertama Icha catat di kepala nya tentang Levy.Kelebayan selanjutnya, adalah saat si Levy itu mencoba mendekati Wati Saat itu Levy duduk di samping Wati lalu dengan sengaja (mungkin untuk membuat cemburu si Icha) Levy Bicara ke Wati, “Wati, entar pulang bareng ya ku antar…”dengan cueknya Wati menjawab,”Levy, kan aku udah bilang ntar aku di jeput cowokku, lagi pula ntar kan emang kita mo pergi bareng yang lain, jalan ke Mall, gimana sich?”Levy hanya tersenyum simpul, mungkin malu, karena saat kejadian itu Icha ada di ruangan yang sama dengan Levy, Icha tahu maksud Levy bicara begitu ke Wati, intinya sich si Levy itu ingin buat Icha cemburu, tapi gak ngaruh buat Icha karena Icha tahu kalau si Wati itu emang udah punya pacar, “kasihan dech Lo, emang enak, makanya jangan Lebay….”, batin Icha.Kelebayan terakhir Levy adalah, waktu di ruangan dosen, saat itu Icha lagi ngobrol dengan Sari, tiba- tiba HP Icha bunyi, waktu Icha lihat di layar tertulis Kipli memanggil, berhubung memang Icha punya urusan sama Kipli, Icha langsung angkat telepon dari Kipli, ternyata yang telepon Icha bukanKipli tapi si Levy yang nelepon pake HPnya si Kipli, dan saat itu si Levy senyum- senyum gak jelas, “dasar Mr Lebay gak ada kerjaan..”batin Icha.Belom lagi waktu Icha lagi nongkrong dengan sahabat- sahabatnya saat mereka semua lagi ngobrol tentang tugas kelompok mereka, tiba- tiba si Levy langsung ngobrol gak penting gitu ama Hendra yang juga sahabat Icha, dengan santainya si Levy itu ngomong.”Ndra, gimana tugas kita?”dengan wajah bingung Hendra jawab, “tugas apaan?” “itu tugas kelompok kita?” ujar Levy, Hendra makin bingung, “Bukannya kamu gak sekelompok sama kita?kamu kan sekelompok sama Wati?”dengan wajah sok Innocent Levy Cuma bilang,”ohh…. Gitu ya maaf ya Icha….” “Loh Koq Icha, kamu kan tadi bicara sama aku, koq malah minta maaf ke Icha?”, Levy pun berlalu tanpa sepatah kata pun mungkin malu, “Dasar Lebay….”Icha langsung komentar.”bukan lebay Cha, MR. Lebay…”kami pun tertawa terbahak- bahak.”bener Mr Lebay”, batin Icha.Itu adalah kenangan terakhir Icha tentang Levy,si Mr. Lebay.Dan sekarang Icha bener- bener udah ngelupain Levy, buat Icha Levy adalah masa lalu, dan gak pantas untuk di kenang, buat Icha sekarang adalah masa depannya, jadi Icha harus ngucapin,”Selamat Tinggal MR. LEBAY…….” Selamat tinggal untuk rahasia yang tak pernah terungkap sampai saat ini, dan sekarang sampai selamanya dan Icha gak perduli (lagi).“Please dech jangan lebay……………………….” Jadi lagu kenangan Icha buat Levy, si MR. LEBAY.
Langganan:
Komentar (Atom)
